Wabah dan Ketidaktahuan Kita
Awal dinyatakan ada virus jenis baru di Wuhan. Semua masih biasa-biasa saja. Penafsiran yang berbeda-beda muncul. Ilmu hitam dari ahli di Indonesia (saat itu Tiongkok dan Indonesia berseteru tentang wilayah kekuasaan politik di laut), Azab bagi Tiongkok karena penindasan terhadap minoritas agama di sana, Bocornya senjata biologis dari laboratorium di Tiongkok, semuanya berpendapat, semuanya berspekulasi. Macam-macam. Tak ada habisnya. Tak ada yang memuaskan.
Wabahnya kian menyebar. Ada negara yang sigap, cepat dan tegas. Ada yang santai, lambat dan menjadikannya lelucon. Semakin hari, penyebarannya semakin tinggi. Yang terjangkit semakin tinggi. Dan tak terkendali. Bagi negara yang beruntung, mereka tidak harus mengorbankan banyak rakyatnya. Bahkan Vietnam tetap menjadi juara –setidaknya sampai saat ini- dengan kasus yang meninggal tidak ada. Pilot yang terkena wabah itu pun kian membaik. Setelah hampir dua bulan Koma bersama virus.
Kini sudah hampir empat bulan sejak pertama kali dikonfirmasi bahwa ada satu orang yang terkena virus covid-19 di Indonesia. Banyak diskusi, aksi, kebijakan, pemikiran, pendapat tentang ini. Banyak yang optimis. Tak sedikit juga yang pesimis. Dicarilah argument-argumen dari data-data ilmiah, penafsiran doktrin agama-agama, atau sekedar keresahan-keresahan rakyat kecil yang paling berdampak. Kita masih meraba-raba.
Informasi mengalir deras. Pendapat bertiup kencang. Keresahanan dan ketidakpastian tumbuh rimbun. Wabah covid-19 ini benar-benar mengubah banyak hal. Kata Slavoj Zizek (begini mungkin cara nulis namanya), Covid-19 tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan, ekonomi dan psikologis, tetapi mengubah tatanan dunia kita.
Tatanan lama (normal yang lama) telah runtuh. Dari reruntuhan itu kita mesti membangun tatanan yang baru. Kebiasaan yang baru. Cuci tangan, memakai masker, dan jaga jarak. Angka yang terkonfirmasi di Indonesia telah tembus 50 ribu. Kita masih tertatih membangun kebiasaan baru. Menciptakan kebiasaan baru memang sulit. Kita harus benar-benar lepas dari kebiasaan lama yang melekat. Tapi itu bukan berarti tidak mungkin.
Sayangnya jika kita masih belum telepas dari kebiasaan lama, bukan tidak mungkin angka yang kini 50 ribu itu bisa mendobrak angka 100 ribu. Bukan bermaksud pesimis. Tapi perjuangan melawan wabah ini bukan perjuangan yang mudah. Dan pejuangnya bukan Cuma dokter dan tenaga medis. Tapi kita semua.
Cahaya pengetahuan kita tentang wabah ini masih sayu. Ketidaktahuan kita terkait virus ini juga kian luas. Kita kembali disadarkan. Bahwa sepanjang majunya sains dan keilmiahan di garis orbit panjang sejarah manusia. Kita tetap terikat pada ketidaktahuan yang tak terbatas.
0 Comments