Rahasia Bulan


Saya selalu berharap bisa hidup lebih lama daripada biasanya. Saya sudah bosan setiap kali kembali merasakan usia yang kian diujung ini. Saya hanya bisa menjalani hidup ini sebatas waktu yang tak telah ditetapkan. Tanpa bisa diubah, Tanpa bisa protes, Saya cukup menerima dan menjalaninya. Kemudian mati. Dan terlahir kembali. Saya adalah bulan. Yang seringkali saudara lihat di malam hari. Yang pada suatu malam saya bisa terang sekali atau bahkan hilang dan mati.

Saya ingat, waktu saya dilahirkan kembali beberapa waktu lalu. Entah yang keberapa kalinya. Waktu itu banyak orang-orang di sana yang menantikan saya. Sebagaimana bayi manusia yang lahir ke dunia. Dinantikan banyak orang, disambut banyak do’a, diberikan banyak harapan. Saya pun begitu. Banyak yang menantikan saya yang terlahir baru itu.

Tapi saya juga mengerti. Tidak semua orang dengan tulus menantikan saya. Ada yang menunggu liburan. Ada yang menanti ultah kekasihnya. Ada yang mengharapkan gajian di umur saya yang muda, dan lain-lain.  Sedikit sekali yang benar-benar memperhatikan saya sebagai bulan seutuhnya. Saya tidak mempermasalahkan hal itu. Ada yang menanti pun saya sudah senang.

Ketika saya mulai memiliki sedikit cahaya itulah, saya mulai menjalani hidup baru sebagai bulan. Bulan yang baru. Sekaligus bulan yang lama dan sama. Cahaya itu bukan sepenuhnya milik saya. Matahari yang konon lebih tua dari apapun itu, yang berbaik hati meminjamkannya. Sebagai nafas hidup saya. Saudara bisa melihat saya karenanya.

Beberapa orang dari kalangan saudara yang jauh di sana seringkali mencuri-curi pandang pada saya kala itu. Waktu saya masih berupa bulan sabit dan mungil. Saya pernah berpikir, apakah sebegitu menariknya bulan muda ? Ah yang muda memang selalu menarik dari berbagai ha kanl. Ada-ada saja orang-orang itu. Mereka  biasanya suka menerka-nerka. Jika suatu hari saya sebagai bulan muda tidak terlihat, itu berarti waktu kematian saya sebagai bulan akan lebih lama.

Setidaknya saya akan hilang. Dan tidak ada yang tahu kemana saya akan pergi. Kecuali  saya dan Tuhan. Tapi, cukup saudara tahu saja bahwa saya akan bertemu Tuhan saat itu. Ini adalah rahasia antara saudara, saya dan Tuhan. Entah kenapa saya merasa bisa percayakan rahasia ini kepada saudara yang membaca cerita pendek ini. Jika ada yang bilang, bahwa saya tetap berada di langit dan tidak pergi kemana-mana, boleh-boleh saja. Tidak usah disalahkan. Biarkan saja. Toh, rahasia ini Cuma antara kita bertiga saja ya.

Selain waktu kematian  yang sebentar dan masa renkarnasi yang relati sama. Saya juga suka bertanya-tanya. Darimana saya dilahirkan. Suatu waktu saya akan mati dan menghilang. Lalu kembali lahir dan tumbuh di langit yang sama, tapi di waktu yang berbeda. Saya hidup dari cahaya dan mati dalam gelap. Saya akan berputar dan berpijar. Menjalani hidup dan kematian dalam satu lingkaran. Bukankah kita seringkali mengisyaratkan waktu dan perjalanan hidup itu adalah sebuah lingkaran. Saya memahami itu apa adanya. Karena saya harus berputar agar bisa hidup.

Saya adalah bulan. Cahaya alam di malam kelam. Bukan bohlam yang bisa hidup lama siang malam. Saya hidup sebatas satu lingkaran. Tidak pernah lebih dari tiga puluh malam. Saya selalu berharap bisa hidup lebih lama daripada biasanya. Bisa terus bercahaya. Bisa tetap bergantung di atas langit malam. Tanpa harus melewati kematian. Atau merasa hilang.

Saya adalah bulan yang berada di tepi usia. Menanti kematian, dan menghilang di langit malam. Untuk kembali dilahirkan.

 

You Might Also Like

1 Comments