Persimpangan Kritis Gazali dan Ibnu Rusyd (Filsafat 1)
Kritik dari Ibnu Rusyd atas Al-Ghazali sangat menarik bagi saya. Bahwa tradisi untuk terus mempertanyakan, dan mengkritisi berbagai hal itu ada dalam garis panjang sejarah islam. Tradisi kritik atas karya dengan karya yang dilakukan oleh Ibnu Rusyd mestinya diajarkan dan diteruskan umat Muslim. Apalagi dalam lembaga pendidikan seperti Pondok Pesantren.
Santri sangat mengenal dengan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Walaupun tidak semua santri. Setidaknya kebanyakan dari santri pasti mengenal Al-Ghazali (1058-1111 M) dari kitab Ihya Ulumuddin. Tentu saja. Yang diagung-agungkan dan sangat berpengaruh itu. Kitab Ihya Ulumuddin membahas banyak hal tentang ajaran-ajaran agama Islam. Tauhid, Fiqih, Akhlak Tasawuf dibahas semua. Ada empat jilid tebal. Mungkin bisa dibilang hampir lengkap dan sempurna.
Selain Ihya Ulumuddin (menghidupkan ilmu agama), kitab yang juga banyak dibaca adalah Tahafut Falasifah (Kerancuan Filosof). Itulah mengapa ia dikenal tidak hanya sebagai teolog. Tapi sekaligus seorang filsuf. Padahal Al-Ghazali hidup di masa-masa keemasan Islam mulai mengalami kemunduran. Ada gerakan anti akal yang sangat kuat di kota Baghdad dan kota-kota besar saat itu. Hadist-hadist palsu bermunculan.
Yang pernah teman-teman santri dengar mungkin seperti man tafalsafa tazandaqa (barangsiapa berfilsafat, maka ia akan zindiq/kafir). Padahal istilah filsafat baru ditemukan sekitar 200 tahun setelah Nabi Muhammad meninggal. Al-Ghazali berada pada arus zaman itu. Beberapa orang yang membenci Gazali bahkan mengatakan bahwa al-Ghazali adalah sebab kemunduran filsafat Islam. Dan Gazali dinilai berpengaruh. Mengapa ? karena dia menggunakan logika/filsafat sebagai senjata menyerang filsafat.
Sebelum ia menulis Kitab Tahafut, ia terlebih dahulu mempelajari filsafat selama kurang lebih dua tahun. Kemudian menulis kitab berjudul Maqashid Falasifah. Ini berisi pemikiran-pemikiran filsuf yang ia pelajari (tanpa mengomentarinya). Ia terlebih dahulu kuasai apa itu filsafat. Baru kemudian menulis buku kedua yang mengkritik filsafat yaitu tahafut falasifah.
Dan Sedangkan Ibnu Rusyd (1126-1198 M) kita kenal dari kitab Bidayatul Mujtahid. Kalau lagi pelajaran fiqih perbandingan mazhab, ya kitabnya pasti ini. Kitab ini gak kalah tebal dari ihya ulumuddin. Kalau mau dibandingin sih gitu. Isinya pembahasan fiqih dari berbagai mazhab. Selain ada pendapat mazhabnya, juga disertakan dalil dan proses pengambilannya menjadi sebuah pendapat.
Ibnu Rusyd belajar hidup dalam suasana politik yang sedang berkecamuk, yaitu pada saat pemerintahan Al-Murafiah dan Al-Muhadiah. Yang disebut kedua pada tahun berikutnya menaklukan Cordova. Ibnu Rusyd menulis kitab Fashlul Maqol yang menjelaskan tentang harmonisasi akal dan wahyu. Tentu saja karena adanya gerakan anti akal yang saya sebut sebelumnya.
Padahal menurut Ibnu Rusyd, tidak ada pertentangan antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Jika ada kesesuaian antara akal dan wahyu, tidak ada yang perlu dikatakan. Tetapi jika ada pertentangan, maka wahyu perlu ditakwilkan. Pandangan Ibnu Rusyd tentang harmonisasi akal dan wahyu dalam fashlul maqal sangat berpengaruh terhadap pemikiran Eropa abad pertengahan.
Pandangan Al-Ghazali dalam tahafut falasifah disanggah Ibnu Rusyd dengan karyanya tahafut al-tahafut (Kerancuan kitab tahafut). Uraian mengenai sanggahn Ibnu Rusyd atas pandangan tersebut dan pembelaannya terhadap para filsuf sangat menarik karena akan menyuguhkan kejelasan mengenai kedudukan filsafat dalam pemikiran Islam.
Khalifah Abu Ya’kub al-Mansur memerintahkan Ibnu Rusyd menulis tentang pemikiran filsafat Aristoteles. Kedudukannya yang tinggi dan terhormat di kalangan istana kala itu membawa risiko yang besar. Beberapa ulama dan fuqaha membencinya. Ia dituduh membawa filsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam. Ibnu Rusyd diasingkan di kota Sevilla. Setelah dibebaskan dari tuduhan. Ia kembali diasingkan ke Maroko.
Buku-buku karangannya dibakar, terutama buku filsafat, kecuali buku-buku kedokteran, astronomi dan matematika. Ia dimakamkan di Maroko. Tiga bulan setelahnya mayatnya dipindahkan ke Cordova. Sisa-sia bukunya diangkut di atas keledai. Ahli Tasawuf Muhyidin Ibnu Arabi menghadiri pemakamannya kembali Ibnu Rusyd dan menyelamatkan buku-bukunya.
Mereka berdua tentu saja tidak pernah bertemu secara langsung. Tapi Ibnu Rusyd bertemu dengan karya-karya Al-Ghazali. Bahkan mengkritiknya. Dalam beberapa hal. Andaikan Al-Ghazali saat itu masih hidup. Sangat mungkin ia akan menulis bantahan atas kritik Ibnu Rusyd atas kitabnya. Al-Ghazali dikenal sebagai Abu Hamid Al-Ghazali dan Hujjatul Islam. Dan Ibnu Rusyd popular dengan nama Ibnu Rusyd dan Averrois.
Dua tokoh ini punya pengaruh besar dalam perkembangan peradaban di dunia. Pemikiran filosofis Al-Ghazali cenderung dipegang oleh masyarakat Timur. Yang selanjutnya melahirkan gerakan-gerakan mistis dan keagamaan. Sedangkan pemikiran filosofis Ibnu Rusyd dihargai di Eropa Tengah. Eropa pada masa Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode ilmiah sebagaimana yang dianut oleh Ibnu Rusyd.
0 Comments