New Normal, Juni dan Puisi
Udah juni aja. Di tengah pandemi, Tugas Kuliah dan Tugas
pemberantasan Covid-19 nambah teruuus.
Kehidupan di dunia maya masih terus berjalan. Seminar,
kuliah, sekolah sekarang kan sudah serba online. Apalagi masih suasana
akhir semester begini.
Ujian dan tugas masih terus bertambah kayak angka positif
covid-19.
Ujian dan tugas akhir semester kan masih terikat deadline. Sudah
pasti akan berlalu. Mau dikerjain atau enggak. Nilai pasti
keluar. Antara
lumayan atau mengecewakan.
Sayangnya tugas pemberantasan covid-19 deadlinenya masih belum
ditentukan. Bisa sebulan, dua bulan, setahun atau unlimited.
Ya gimana mau diselesaikan. Vaksinnya masih belum ketemu. Yang
positif nambah terus. Ekonomi makin terjun bebas.
Walaupun angka positif covid-19 terus bertambah. Pemerintah sepertinya
semakin terdesak. Kalau terus-terusan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar),
bisa-bisa ekonomi semakin terperosok. Tapi, jika PSBB dibuka, angka positif
semakin bertambah. Nyawa jadi taruhannya.
Ya, jadinya dilema.
Pilihannya ya, PSBB dilonggarkan dengan new normal. Bagi beberapa daerah yang dinilai mampu dan (Berani ambil resiko). Tentu saja. Mungkin harapannya, Ekonomi bisa diselamatkan. Angka penyebaran covid-19 bisa ditekan.
Karena masih harapan ya belum bisa dipastikan seratus persen. Kenyataannya kan belum tentu. Tetap berusaha untuk membedakan antara harapan dan kenyataan ya. Takutnya nanti Ambyar. Wkwkwk.
Bisa saja angka positifnya berkurang dan ekonomi terselamatkan. Atau malah sebaliknya. Kita masih belum tahu.
Tapi, kalau dilihat dari pengalaman kebijakan yang diambil selama
ini. Kita bisa menyimpulkan ya.
Istilah New Normal itu kan berarti normal yang baru.
Kata Pak Mujiburrahman, Rektor UIN Antasari, dalam tulisannya, itu adalah salah
satu bentuk jalan tengah yang dipilih. Demi
menyelamatkan kita dari korban jiwa dan korban ekonomi yang kian bertambah.
Normal baru ini berarti meninggalkan kebiasaan lama dan menciptakan kebiasaan
baru. Normal baru adalah normal yang abnormal.
Karena masih baru, tentu saja membawa banyak pertanyaan. Apa itu ?
Bagaimana pelaksanaannya ? Efektif atau enggak ?
Juni tahun ini membawa new normal.
Jika bertemu bulan juni. Ada satu puisi yang saya ingat. Dan masih
belum bosan-bosan dibaca. Apalagi kalau bukan Puisi Hujan Bulan Juni. Milik
Sapardi Djoko Damono. Saya mengenalnya sejak masih di Aliyah dulu. Puisinya.
Juga penulisnya sih. Ya, kenalnya dari karya-karyanya.
Walaupun tidak bertemu dengan penulis karya puisi, bukan berarti
pemaknaan terhadap teks sastra tersebut tidak bisa saya dapatkan kan. Toh,
sebenarnya dalam pembacaan puisi itu, makna akan sepenuhnya diserahkan pada
pembacanya.
Proses pembacaan itu adalah interaksi antara seorang pembaca dan teks sastra. Bukan interaksi antara pembaca dan penulis kan. Pemaknaan itu lahir dari bagaimana seseorang membaca puisi. Berdasarkan dari pengalaman pribadi pembaca dan pandangannya terhadap pilihan kata dalam karya tersebut.
Karena pengalaman pembaca tentu saja berbeda dengan pengalaman
penulis. Maka, pemaknaan pembaca juga akan berbeda dengan apa yang awalnya
dimaksudkan penulis.
Sebenarnya itu maklum terjadi. Apalagi dalam pembacaan puisi. Yang merupakan permainan bunyi, kata, dan bahasa. Apakah salah kalau pemaknaan kita berbeda dengan penulis ? Tentu saja tidak.
Malah dari situlah nantinya suatu karya sastra seperti puisi bisa
menjadi lebih kaya dalam bahasa. Beberapa penyair ada yang mengandaikan puisi sebagaimana
kanak-kanak. Penulis hanya akan melahirkannya.
Setelahnya, ia akan menjadi bagian dari peradaban bahasa. Hidup. Dibaca. Dan dimaknai oleh setiap orang. Dengan pemaknaan yang berbeda-beda.
Juni tahun ini kembali mengingatkan kepada puisi.
Lantas apa hubungan antar Puisi,
Juni, dan New Normal ? Entahlah.
Jika hidup ini adalah puisi indah yang dirangkai dengan berbagai peristiwa sebagai kata-kata. Bukankah tidak apa-apa, jika kita berbeda dalam memaknainya. Begitu juga halnya dalam New Normal. Itu salah satu kata dari puisi kehidupan yang sedang kita baca dan jalani saat ini.
Hanya saja, kita masih belum bisa memastikan. Kata dan kalimat apa yang akan berada di belakang New Normal tersebut kan. Bisa saja itu jadi kata terakhir yang kita baca atau masih bagian dari puisi panjang kehidupan kita.
Siapa yang tau kan. Tabik.(Andi Evan Nisastra).
1 Comments
Tahun ini banyak kejadian yang diawali dengan kata "pertama kali". Pertama kali diharuskan menjaga jarak ketika berinteraksi, pertama kali tempat keramaian malah sepi tak ada orang berlalu lalang, pertama kali merasakan hal-hal yang sebelumnya biasa terjadi menjadi terasa amat berkesan dan baru.
ReplyDeleteDan saat ini dihadapkan dengan New Normal yang abnormal, membangun kebiasaan baru dengan harapan bisa menstabilkan ekonomi sekaligus menghentikan penyebaran covid-19. Semoga upaya yang dilakukan sesuai dengan harapan yang dituju dan menjadi sesuatu yang pasti nantinya... Aamiiin
Tulisan yang baguuus. Good writer 🙏👏
Terus istiqomah ya,heu heu