Andy Evan

  • Teras
  • Ruang
  • _Tulisan
  • _Foto
  • Kontak

Dalam bersaudara memang mesti saling memahami. Berbeda bukan berarti tak bisa mengerti. Nikmati saja prosesnya di ujungnya nanti pasti bisa saling memahami.
“Kak Madi, kapan kita belanja baju baru. Kan udah janji sama Nauma dan Hadi. Ramadhan tinggal sehari lagi lho.”ajak kak Nauma.
“Ramadhan masih belum berakhir tau, entar aja deh”sanggah kak Madi.
“Menurut penghitungan kakak ni ya. Ramadhan tahun ini juga bakalan 30 hari. Teman-teman kakak juga banyak yang sama pendapat dengan kakak. Jadi santai aja” tambah kak Madi lagi.
“Kok gitu sih. Nanti kalau terlambat. Toko-toko keburu pada tutup semua, kak.” Kak Nauma tak mau kalah.

***

Dalam bersaudara memang mesti saling memahami. Berbeda bukan berarti tak bisa mengerti. Nikmati saja prosesnya di ujungnya nanti pasti bisa saling memahami.
Kak Madi adalah anak tertua di keluarga. Ia banyak berkeliling ke mana-mana. Bukan untuk apa-apa hanya untuk belajar. Ia banyak membantu para saudara-saudaranya dalam hal pendidikan. Bahwa jika kita ingin saling memahami kita haruslah saling belajar. Bukan hanya di bangku sekolah atau berapa lembar ijazah yang didapatkan. Tapi sebesar apa penerimaan kita terhadap orang lain. 
Kak Madi punya banyak teman di kota. Teman-temannya rata-rata terpelajar yang dulu pernah satu pesantren dengannya. Kak Madi sering mengajakku jalan-jalan ke kota ketika ia sedang libur dan lagi sepi dari kegiatan. 
Pergaulannya yang luas dan pengalamannya nyantri di kota membuatnya bisa berbahasa inggris dan arab. Jangan ditanya tentang capaiannya. Bermacam-macam lomba pidato telah  dimenangkannya.
Kalau kak Madi adalah anak sulung laki-laki. Maka Kak Nauma adalah kakak sulung perempuan. Ia yang paling cantik diantara kami. Karena memang satu-satunya anak perempuan di keluarga. Apalagi kalau dengan kerudung biru yang sering digunakannya. Ia adalah santri salah satu pesantren di desa. Karena kebetulan memang pesantren itu yang paling dekat dengan rumah. Sehingga kapanpun ia bisa pulang dan tahu kabar di rumah.
Bukan hanya cantik. Kak Nauma juga bisa dibilang pandai apalagi dalam mengaji kitab kuning. Sanad keilmuannya tak usah diragukan lagi. Ia punya banyak berguru ke kiai-kiai besar. Ia bisa jelaskan berbagai kitab kuning dengan baik dan sederhana. Selepas isya aku akan mengaji kepada kak Nauma. Membahas beberapa bab fiqih. Yang masih buram aku pahami. Jikalau belum menemukan jawaban yang memuaskan. Jalan terakhir adalah menanyakan kepada bapak. Begitupun jika ada hal yang tidak bisa dijawab Kak Nauma. Ia juga akan bertanya pada bapak.

***

Dalam bersaudara memang mesti saling memahami. Berbeda bukan berarti tak bisa mengerti. Nikmati saja prosesnya di ujungnya nanti pasti bisa saling memahami.
Pada bulan puasa biasanya kak Madi dan kak Nauma akan mendapatkan jatah libur panjang. Setiap malam setelah tarawih dan mengaji kami bertiga akan bercerita banyak hal. Dari hal-hal biasa teman-teman kak Madi yang titip salam buat kak Nauma sampai yang lumayan berat buat dicerna kepalaku seperti perbedaan cara ulama dalam menentukan awal bulan syawal nanti.
“Kak Madi, kita beli baju baru, yuk. Kan kita udah dapat THR dari ayah ibu.”ajakku.
“Aku ikut juga ya, kak.” Tambah kak Nauma.
“Iya, nanti deket-deket syawal, ya.”jawab kak Madi.
Kami tentu saja senang bukan main bukan hanya karena akan dapat baju baru. Tapi juga kami akan jalan-jalan ke kota. Apalagi nanti sama-sama ke sana dengan Kak Madi. Kalau begitu, ayah dan ibu pasti mengizinkan. Karena ada kak Madi yang sudah hapal jalan ke kota. Asalkan jangan pulang kesorean saja.
Tapi ternyata ketika syawal sebentar lagi sampai kami belum juga ke kota. Aku makin resah saja. Kapan sebenarnya kita akan beli baju baru. Aku sudah enggak sabar. Karena cuma kali ini saja, aku dapat kesempatan beli baju baru. Di lain hari belum tentu. Selepas ngaji aku langsung mendekati kak Nauma.
“Kak Nauma, kita ingetin lagi kak Madi. Mungkin dia lupa. Kemarin kan udah janji mau nemenin kita ke kota buat beli baju baru.”bujukku. aku sudah enggak sabar.
“Iya dek.”jawab kak Nauma. 
Begitu kak Madi datang. Kami langsung menghadangnya di ruang tamu. Mengajukan pertanyaan,’kapan kita ke kota?’ dengan antusias.
“Kak Madi, kapan kita belanja baju baru. Kan udah janji sama Nauma dan Hadi. Ramadhan tinggal dua hari lagi lho.”ajak kak Nauma.
“Ramadhan masih belum berakhir tau, entar aja deh”sanggah kak Madi.
“Menurut penghitungan kakak ni ya. Ramadhan tahun ini juga bakalan 30 hari. Teman-teman kakak juga banyak yang sama pendapat dengan kakak.” tambah kak Madi lagi.
 “Kok gitu sih. Nanti kalau terlambat. Toko-toko keburu pada tutup semua, kak.” Kak Nauma tak mau kalah.
“Juga gini ya. Kita kan juga mesti ru’yatul hilal dulu kak. Walaupun Nauma gak pernah ru’yat. Tapi Nauma tau. Jadi, Gak bisa langsung nentuin akhir bulan gitu. Siapa tau, nanti hilal syawal sudah kelihatan. Kan jadi lebih cepat idul fitrinya.”tambah kak Nauma dengan percaya diri.
“Toko-toko di kota gak bakalan tutup secepat itu, dek. Santai aja. Juga kan udah diperhitungkan semuanya. Ramadhan 30 hari tahun ini.” Jawab kak Madi.
“Kak Madi kan janji sama kita. tepatin janjinya dong.” Sanggahku.
“Iya dek. Kakak ingat. Tapi kan gak harus sekarang juga.”jawab kak Madi.
“gak sekarang juga maksudnya kak. Ih sebel.”akhiri kak Nauma. Lalu berdiri dan meninggalkan kami.
Aku dan kak Madi masih duduk di ruang tamu sementara kak Nauma pergi ke kamarnya. Kak Madi mungkin belum bisa mengajak kami dalam waktu dekat. Tapi bulan ramadhan juga sebentar lagi berakhir. Kalau tidak cepat, kita akan lebih dulu sampai menuju syawal daripada ke kota. Perjalanan ke syawal lebih pasti ketimbang perjalanan ke kota yang belum tentu kapan.
Esok harinya kak Madi dan kak Nauma sama sekali tak melanjutkan pembicaraan apa-apa lagi. Jangankan mau ke kota berteguran saja tidak. Dari sesudah shubuh hingga ngaji ba’da tarawih. Tanpa percakapan diantara mereka berdua. Kalau mau bicara pasti lewat perantara aku. Bilangin ke sini. Bilangin ke situ. Aku tidak bisa membiarkan ini terus. Selain capek jadi penghubung suara diantara keduanya juga nanti tidak jadi ke kota. Dan aku gak punya baju baru. 

***

Malam itu juga aku menunggu kak Madi di teras depan. Agak lama. Sampai ia benar-benar datang. Dengan tanpa sabar. Kak Madi yang belum masuk ke halaman sudah aku teriyaki.
“Kak Madi, besok udah tanggal 29 ramadhan. Kapan kita mau ke kota ?”tanyaku penasaran.
“Gimana kalau besok saja?”jawab kak Madi.
“Beneran?. Iya kak. Besok saja ke kota.”tanggapku secepatnya.
Aku langsung memeluk kak Madi. Karena senang mendengar jawaban yang diunggu-tunggu dari kemarin itu. Kak Nauma sepertinya tadi juga baru sampai di rumah beberapa saat lalu. Ia harus tahu kabar baik ini. Pasti ia juga akan senang mendengarnya. Segera aku menuju kamar kak Nauma. 
“Kak kita besok ke kota.” Kataku.
“Iya dek.”jawab kak Nauma biasa-biasa saja. Mungkin kecewa atau sudah tidak berharap lagi.

***

Di kota memang semakin ramai saja. Apalagi di hari-hari yang mendekati hari raya ini. Orang-orang banyak yang membeli keperluan hari raya. Dari bahan masakan untuk menu hari raya sampai pakaian baru yang akan digunakan nanti. Di toko baju yang kami datangi saja banyak sekali orangnya. Kami kesulitan memilih-milih baju yang pas. Banyak baju bagus dan mahal di toko itu. Dan yang terkejutnya adalah  kak Madi juga mempersilahka kami untuk mengambil satu pakaian lagi. Dia yang akan membayarnya. Kami jadi dapat dua buah baju. Begitu kulihat kak Nauma. Ia terlihat senang.
“Terima kasih banyak kak.”ujar kak Nauma pelan.
“Maaf juga karena kemarin Nauma sempat ngambek sama kakak.”tambahnya lagi.
“Iya dek. Sama-sama. Setelah ini kakak ada kejutan lagi.”jawab kak Madi.
Sepulang dari toko baju kami tak langsung ulang. Padahal hari sudah kian sore. Anehnya ibu belum juga menelpon. Ternyata setelah itu kak Madi mengajak kami ke pantai yang ada di kota untuk ru’yatul hilal. Diteruskan hingga mengikuti sidang isbat di salah satu komplek pesantren yang ada di kota. Kak Nauma sangat senang dan antusias mengikutinya. Aku juga ikut senang. 
Pergaulan diantara kakak-kakakku yang mungkin jadi akarnya. Kak Madi yang terkesan moderat dan nyantri di pesantren yang juga modern di daerah kota tentu saja berbeda dengan Kak Nauma yang nyantri di daerah desa yang terkesan tradisional. Tapi bagaimanapun perbedaan pandangan mereka. Aku tahu mereka saling menyayangi. Dan aku juga sayang mereka. Di hari itu kami tiba di kota dan juga bulan syawal.

***

Dalam bersaudara memang mesti saling memahami. Berbeda bukan berarti tak bisa mengerti. Nikmati saja prosesnya di ujungnya nanti pasti bisa saling memahami.
  • 1 Comments


Saya selalu berharap bisa hidup lebih lama daripada biasanya. Saya sudah bosan setiap kali kembali merasakan usia yang kian diujung ini. Saya hanya bisa menjalani hidup ini sebatas waktu yang tak telah ditetapkan. Tanpa bisa diubah, Tanpa bisa protes, Saya cukup menerima dan menjalaninya. Kemudian mati. Dan terlahir kembali. Saya adalah bulan. Yang seringkali saudara lihat di malam hari. Yang pada suatu malam saya bisa terang sekali atau bahkan hilang dan mati.

Saya ingat, waktu saya dilahirkan kembali beberapa waktu lalu. Entah yang keberapa kalinya. Waktu itu banyak orang-orang di sana yang menantikan saya. Sebagaimana bayi manusia yang lahir ke dunia. Dinantikan banyak orang, disambut banyak do’a, diberikan banyak harapan. Saya pun begitu. Banyak yang menantikan saya yang terlahir baru itu.

Tapi saya juga mengerti. Tidak semua orang dengan tulus menantikan saya. Ada yang menunggu liburan. Ada yang menanti ultah kekasihnya. Ada yang mengharapkan gajian di umur saya yang muda, dan lain-lain.  Sedikit sekali yang benar-benar memperhatikan saya sebagai bulan seutuhnya. Saya tidak mempermasalahkan hal itu. Ada yang menanti pun saya sudah senang.

Ketika saya mulai memiliki sedikit cahaya itulah, saya mulai menjalani hidup baru sebagai bulan. Bulan yang baru. Sekaligus bulan yang lama dan sama. Cahaya itu bukan sepenuhnya milik saya. Matahari yang konon lebih tua dari apapun itu, yang berbaik hati meminjamkannya. Sebagai nafas hidup saya. Saudara bisa melihat saya karenanya.

Beberapa orang dari kalangan saudara yang jauh di sana seringkali mencuri-curi pandang pada saya kala itu. Waktu saya masih berupa bulan sabit dan mungil. Saya pernah berpikir, apakah sebegitu menariknya bulan muda ? Ah yang muda memang selalu menarik dari berbagai ha kanl. Ada-ada saja orang-orang itu. Mereka  biasanya suka menerka-nerka. Jika suatu hari saya sebagai bulan muda tidak terlihat, itu berarti waktu kematian saya sebagai bulan akan lebih lama.

Setidaknya saya akan hilang. Dan tidak ada yang tahu kemana saya akan pergi. Kecuali  saya dan Tuhan. Tapi, cukup saudara tahu saja bahwa saya akan bertemu Tuhan saat itu. Ini adalah rahasia antara saudara, saya dan Tuhan. Entah kenapa saya merasa bisa percayakan rahasia ini kepada saudara yang membaca cerita pendek ini. Jika ada yang bilang, bahwa saya tetap berada di langit dan tidak pergi kemana-mana, boleh-boleh saja. Tidak usah disalahkan. Biarkan saja. Toh, rahasia ini Cuma antara kita bertiga saja ya.

Selain waktu kematian  yang sebentar dan masa renkarnasi yang relati sama. Saya juga suka bertanya-tanya. Darimana saya dilahirkan. Suatu waktu saya akan mati dan menghilang. Lalu kembali lahir dan tumbuh di langit yang sama, tapi di waktu yang berbeda. Saya hidup dari cahaya dan mati dalam gelap. Saya akan berputar dan berpijar. Menjalani hidup dan kematian dalam satu lingkaran. Bukankah kita seringkali mengisyaratkan waktu dan perjalanan hidup itu adalah sebuah lingkaran. Saya memahami itu apa adanya. Karena saya harus berputar agar bisa hidup.

Saya adalah bulan. Cahaya alam di malam kelam. Bukan bohlam yang bisa hidup lama siang malam. Saya hidup sebatas satu lingkaran. Tidak pernah lebih dari tiga puluh malam. Saya selalu berharap bisa hidup lebih lama daripada biasanya. Bisa terus bercahaya. Bisa tetap bergantung di atas langit malam. Tanpa harus melewati kematian. Atau merasa hilang.

Saya adalah bulan yang berada di tepi usia. Menanti kematian, dan menghilang di langit malam. Untuk kembali dilahirkan.

 

  • 1 Comments
Older Posts Home

Saya


Andy Evan

“Salah satu jalan menjadi Bahagia dalam hidup adalah dengan berusaha menjadi Baik, Benar dan Indah.”

Ikuti Saya

  • twitter
  • instagram
  • facebook

Yang banyak dibaca

  • Nyantri sambil berpuisi
    Waktu masih di Menengah Atas dulu, saya masih gila-gilaan menulis puisi. Memang karena tidak banyak kesibukan di Pondok Pesantren selai...
  • Gubeng Belentung Penyusur Mahakam
    Sungai Mahakam yang membentang sepanjang sekitar 920 km melintasi banyak kota dan desa di daerah Kalimantan Timur sejak dahulu memiliki per...
  • New Normal, Juni dan Puisi
    Udah juni aja. Di tengah pandemi, Tugas Kuliah dan Tugas pemberantasan Covid-19 nambah teruuus. Kehidupan di dunia maya masih ter...
  • Astronomi Kutai ?
    Beberapa hal cukup unik dan menarik menurut pandangan saya pribadi. Saat malam lepas saya mencari kesempatan untuk berbincang se...
  • I La Galigo: Sebuah Kosmologi Bugis
    Pengamatan manusia terhadap alam dan berbagai pertanyaan yang lahir membentuk bagaimana manusia membangun peradaban. Sains yan...

Baru aja

Technology and Social Media as Parts of The Daily Life of Generation-Z

Jendela

Alam (5) Astronomi (3) Budaya (7) Buku (1) Cerpen (2) Desa (2) English (1) Falak (3) Filsafat (4) Foto (4) Generation-Z (1) Islam (9) Kitab Suci (2) Kosmologi (1) Liburan (2) Media Sosial (1) Pesantren (5) Puisi (14) Santai (7) Sehimpun Puisi (1) Tokoh (4) Tulisan (36)

Denah

  • ►  2018 (6)
    • ►  October (1)
    • ►  November (1)
    • ►  December (4)
  • ►  2019 (2)
    • ►  January (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2020 (28)
    • ►  May (2)
    • ►  June (19)
    • ►  July (4)
    • ►  August (1)
    • ►  September (2)
  • ►  2021 (2)
    • ►  April (1)
    • ►  September (1)
  • ▼  2022 (1)
    • ▼  June (1)
      • Technology and Social Media as Parts of The Daily ...

instagram

Created By Andy Evan | Distributed By Blogger

Back to top